Oleh Ukim Komarudin
Pengantar
Ada budaya tinggi yang dimiliki oleh orang-orang hebat atau lembaga-lembaga kuat yang menyebabkan mereka senantiasa tetap menjadi kelompok orang-orang hebat sampai kini, yakni budaya membaca. Mereka sadar sesadar-sadarnya bahwa sebagian besar pengetahuan didapatkan dari membaca. Membaca adalah proses memberikan arti kepada dunia, demikian Tilaar (1999) mengingatkan kita semua. Masyarakat yang gemar membaca akan melahirkan generasi yang belajar (learning society).
Barat dibangun peradabannya melalui budaya baca-tulis yang kemudian dikenal dengan literasi. Di Finlandia, sebelum persekolahan publik yang formal mulai tersebar luas pada 1860-an, sudah sejak abad 17 penyemaian literasi publik adalah tanggung jawab para pendeta dan kelompok keagamaan. Demikian Sahlberg (2014) menjelaskan bahwa Sekolah-sekolah katekis menawarkan pendidikan literasi awal berorientasi keagamaan di sekolah Minggu dan sekolah keliling di desa-desa terpencil di Finladia. Sudah menjadi tradisi, kemampuan membaca dan menulis kedua mempelai menjadi syarat pernikahan di gereja.
Yang lebih menarik adalah penjelasan bahwa selama dua puluh abad tingkat sosial di China lebih ditentukan oleh kualifikasi jabatan daripada kekayaan. China membuat Pendidikan literer menjadi ukuran prestise sosial dalam bentuk yang paling ekslusif, jauh lebih ekslusif daripada di Eropa selama priode humanis, atau seperti yang telah dilakukan oleh Jerman. Bahkan periode “Warring State”,strata para calon pejabat yang dididik dalam kesusastraan- dan awalnya ini berarti bahwa mereka memiliki pengetahuan skriptural (tulisan-tulisan suci) yang diperluas melalui semua keadaan individual. Lirerati (kelas terdidik dan intelektual khususnya di bidang sastra dan seni pada abad ke-17 telah menjadi pembawa kemajuan administrasi rasional dan juga kemajuan semua kecerdasan.
Menurut Weber (2013), Pentingnya literati pada kebudayaan China telah berkembang menjadi penguasa strata intelektual. Strata literati di China, menyebarkan sebuah Pendidikan untuk orang biasa yang tumbuh menjadi orang yang beradab.
Cerita pentingnya literasi ini menjadi lengkap jika dikuatkan dengan apa yang dipesankan Allah SWT dan yang dilakukan Rasulullah SAW. Iqra, demikianlah ayat yang pertama kali diturunkan Allah SWT. Ada rahasia besar dalam perintah pertama Allah ini. Menurut tafsir Quraish Shihab salah satu rahasianya ada pada ayat ketiga, yaitu iqra` warabbukal akram. Menurut beliau, kata al-akram yang berbentuk superlatif mengandung pengertian bahwa Allah akan menganugerahkan puncak dari segala hal yang terpuji bagi semua hamba-Nya yang mau membaca. Terpuji di hadapan Allah, mulia di hadapan manusia karena banyak ilmunya.
Pentingnya membaca ini pula yang kemudian menginspirasi Rasulullah mengambil langkah cerdas pascaperang Uhud. 70 musyrikin Quraisy yang berhasil ditawan oleh kaum muslimin dapat membebaskan dirinya apabila setiap satu orang dari mereka mampu mengajari membaca 10 orang muslim. Demikianlah 700 muslim kala itu terbebas dari buta huruf. Rasulullah menyakini, membaca adalah langkah penting yang mengantarkan umat Islam ke gerbang kejayaan.
Harapan terhadap Perkembangan Budaya Literasi Di Labschool Cibubur Sebagai Penyiapan Wahana Juara
Ada banyak harapan apabila budaya literasi dapat terus dibangun di Labschool Cibubur. Harapan ini terkait dengan pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan peserta didik itu sendiri. Segenap unsur di atas bersama-sama membentuk Tim Literasi Sekolah (TLS). Tim inilah yang nantinya mempunyai tugas membuat perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan secara periodik. Besar harapan terhadap keberhasilan pembangunan literasi sebagai pemberi andil besar pada tumbuhnya karakter dan perilaku para juara, sebesar harapan terhadap andil keberhasilan literasi yang mampu membangun masyarakat pembelajar (learning society).
Sesungguhnya kegiatan literasi merupakan bagian dari kegiatan pembelajaran. Tim ini pulalah yang harus memastikan terciptanya suasana akademik berjalan dengan kondusif dan mampu meningkatkan enthusiasme seluruh warga sekolah agar terus senantiasa belajar. Kegiatan yang bisa dijalankan untuk menumbuhkembangkan budaya literasi di sekolah, di samping penekanan kepada peserta didik pada waktu KBM adalah dengan membiasakan membaca buku-buku bacaan dengan tema yang telah ditentukan sekolah selama 15 menit sebelum pelajaran berlangsung. Sekolah memperkenalkan ragam keterampilan membaca seperti; membaca dalam hati (Sustained Silent Reading), membaca dengan nyaring (Reading Aloud), membaca bersama (Shared Reading), serta membaca dengan dipandu (Guided Reading).
dalam ruang yang lebih luas, aktivitas literasi dapat melibatkan beragam unsur sekolah sebagaimana dikemukakan di awal. Guru dapat menugaskan murid-muridnya membuat clipping berita koran/majalah; pustakawan dapat melaporkan data kunjungan siswa aktif sehingga berkemungkinan mendapat penghargaan atas keaktifannya; POMG melalui program litbangnya bekerjasama dengan sekolah menghidupkan majalah dinding sekolah, bulletin OSIS, POMG, sampai dengan sayembara menulis tahunan yang diselengarakan secara berkala. Dari beragam kegiatan tersebut, pihak sekolah bekerjasama dengan berbagai pihak untuk berupaya menerbitkan beragam karya sehingga segenap karya guru, karyawan, siswa, dan orangtua terpublikasikan dan terapresiasi dengan baik.
Demi menjaga semangat dan motivasi berliterasi, pihak sekolah menghadirkan beberapa penulis ternama dan praktisi lainnya melalui jalur komunikasi POMG. Secara kolaboratif di bawah koordinasi pimpinan sekolah diselenggarakan beragam lomba yang diperuntukkan bagi warga sekolah seperti; penulisan berita, artikel di bulletin, website sekolah ataupun media lain, resensi buku, cerpen, puisi dan novel. Diskusi tentang tokoh penulis, seminar/bedah buku, festival buku, pameran buku, penulisan dan sampai dengan penerbitan buku. Selain menguatkan semangat, pihak penulis yang dihadirkan juga dapat diajak menjadi juri tamu dari setiap kegiatan literasi, sehingga menambah kualitas penyelenggaraan.
lantas, bagaimanakah guru mengambil kesempatan sebagai pembelajar dalam hiruk-pikuk semangat literasi sekolah? Seorang pendidik professional, sebagaimana disebutkan dalam undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, disebutkan pada Bab I pasal 1 bahwa seorang guru mempunyai tugas pokok yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Berpijak dari hal tersebut, sudah sepatutnya seorang pendidik berusaha seoptimal mungkin menjadi figur panutan, bahkan cermin bagi peserta didiknya. Diakui atau tidak, prestasi yang diraih seorang peserta didik, biasanya sedikit banyak merupakan pantulan dari upaya dan kerja keras yang dilakukan oleh gurunya.
Berkaitan dengan gerakan literasi di sekolah (GLS), yang guru merupakan garda terdepan senantiasa mengasah kemampuannya dalam menelaah, memahami, mengkritisi, menganalisa, membaca dan juga menulis. Kegiatan-kegiatan seperti inilah yang akan membawa pencerahan kepada para guru sehingga kemampuan dan daya kreativitas dalam menjalankan profesinya meningkat (Continuous Professional Development).
Dalam gerakan literasi di sekolah, guru selain menjadi fasilitator, juga sekaligus menjadi subyek pembelajar. Banyak yang bisa dilakukan guru dalam berkontribusi menciptakan atmosfer akademis sebagaimana diinginkan gerakan yang bertujuan menciptakan pembelajar sepanjang hayat ini.
Dengan kegiatan-kegiatan yang mendukung terciptanya iklim akademis yang baik, diharapkan sekolah dan warganya pada gilirannya akan menjadi pelopor literasi di masyarakat, karena gerakan literasi ini sebenarnya bukan hanya sekedar membaca dan menulis, tapi juga mencakup kompetensi keterampilan manusia secara umum untuk berpikir dan bertindak menggunakan dan mencipta sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual auditori, dan film. Pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, dan orangtua dapat bekerjasama dalam menciptakan karya-karya digital dan mempublikasikannya di alam maya. Selain memperkaya kepemilikan sekolah yang tersimpan di Sistem Informasi Terintegrasi Labschool Cibubur, karya-karya tersebut menjadi karya masyarakat, bahkan dunia karena dampaknya yang mampu menginspirasi masyarakat secara luas.
Penutup
Dalam pengelolaan manajemen SDM yang lebih progresif, karya-karya pendidik, tenaga kependidikan, dan siswa menjadi acuan data keberhasilan diri sekaligus lembaga. Beragam karya tersebut terpublikasikan pada kegiatan-kegiatan knowledge sharing sehingga kecerdasan tidak lagi hanya miliki perseorangan (tacit) tetapi juga terdistribusikan secara nyata pada orang lain (ekspilisit). Pada bagian selanjutnya, karya-karya tersebut dapat dipublikasikan di alam maya sebagai milik masyarakat. Dalam era keberlimpahan informasi, sikap dan perilaku mengambil peran kebajikan dengan mencipta dan mempublikasikan karya-karya bermutu dan bermakna di alam maya merupakan perilaku terpuji karena mengambil peran transfer values kepada masyarakat digital. Secara kasat mata, kita dapat melihat kualitas seseorang atau lembaga berprestasi tercermin dari seberapa banyak karya-karya bermakna yang ditampilkannya sebagai sumbangan nyata kepada masyarakat.
DAFTAR BACAAN
- Andara, Andre Bobby, Faiza Ratna Umaro, dan Chandra Haris Tua Lubis. 2018. Knowledge Management: Strategi Mengelola Ilmu Pengetahuan agar Unggul di Era Disrupsi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
- Khoe Yao Tung. 2018. Memahami Knowledge Management. Jakarta: Indeks
- Leo, Sutanto. 2010. Kiat Jitu Menulis dan Menerbitkan Buku. Jakarta: PT Aksara Pratama
- Priyatna, Andri. 2013. Essential Education: 16 Keterampilan Hidup untuk Mengembangkan Kapasitas Kebajikan dan Kebijaksanaan. Jakarta: PT Gramedia KOMPAS.
- Raharso, Sri dan Sri Surjani Tjahyawati. 2016. Organisasi Berbasis Pengetahuan melalui Knowlwdge Sharing. Bandung: Alfabeta
- Sahlberg, Pasi. 2014. Finnish Lessons. Bandung : Penerbit Kaifa PT Mizan Pustaka
- Saroni, Muhammad. Analisis dan Strategi: Meningkatkan Daya Saing Sekolah. Jogjakarta: Ar Ruzz Media.
- Tilaar, H.A.R. 1992. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
- Weber, Max. 2013. Teori Dasar Analisis Kebudayaan. Jogjakarta: IRCiSoD