Oleh Ukim Komarudin
Membangun budaya disiplin dilakukan dalam kerangka membangun atau menumbuhkan kultur atau budaya saling percaya (trust), kultur manajemen, dan kultur pembelajaran. Dalam iklim membangun budaya disiplin, semua pihak setara dalam hukum, sehingga semua pihak berkewajiban menegakkan hukum, sehingga pembiasaan mendisiplinkan diri dirasakan sebagai pembelajaran bersama.
Judul di atas adalah fase tertinggi dalam pencapaian fase disiplin, sebab berdasarkan urutan pencapaiannya terdapat tiga tahap dalam peraihan disiplin dalam lembaga, yakni: pemahaman disiplin, penegakkan disiplin, dan pencapaian kultur atau budaya disiplin. Tiga tahapan ini merupakan urutan yang berhubungan satu sama lainnya. Artinya, tidak mungkin terjadi pencapaian kultur disiplin tanpa melewati fase penegakkan disiplin. Demikian pula, fase penegakkan disiplin tidak mungkin terlewati tanpa pencapaian pemahaman disiplin. Meskipun demikian, dalam pelaksanaannya ketiga tahapan itu dapat dilaksanakan secara simultan.
- Pemahaman Disiplin
Tindakan awal yang dilakukan sekolah adalah memberikan pemahaman tentang pentingnya disiplin sebagai alat mencapai tujuan kepada seluruh warga sekolah. Mengingat pentingnya misi ini, maka pendistribusian pemahaman disiplin menghendaki personal yang memiliki kompetensi dan keteladan yang baik, pilihan metode yang tepat, dan sarana yang mendukung. Sangat penting untuk diingat bahwa misi pada tahapan ini adalah pemahaman bahwa disiplin sebagai upaya mengendalikan diri untuk mengembangkan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan dan tata tertib berdasarkan dorongan dan kesadaran yang muncul dari dalam hatinya (disiplin positif).
Dalam proses ini, ada dua tahapan yang menjadi target, yakni : pentingnya disiplin diri untuk kepentingan pribadi dan pentingnya disiplin diri untuk melindungi kepentingan orang lain. Disiplin diri untuk pribadi adalah kemampuan mengendalikan diri untuk tetap fokus pada tujuan dan target-target pribadi yang hakiki. Fokus pada cita-cita dan taat dan patuh untuk konsisten mengikuti tahapan-tahapan (road map) yang telah ditetapkan oleh pribadi dan menjaga keseimbangan terkait dengan kewajiban yang bersinggungan dengan Tuhan, orangtua, guru, teman-teman seperjuangan, dan adik kelas.
Adapun kepentingan disiplin diri untuk menghargai orang lain adalah kesungguh-sungguhan diri melaksanakan tindakan disiplin merupakan perwujudan dukungan, bahkan bantuan kepada orang lain yang sedang menegakkan disiplin diri. Kemampuan diri mengendalikan diri untuk tetap disiplin secara tidak sengaja menguatkan pengendalian disiplin orang lain. Penguatan itu dimulai dengan penguatan motivasi diri untuk tetap semangat melakukan disiplin selama proses pencapaian target maupun setelah tercapainya target. Adapun penguatan disiplin diri untuk kepentingan orang lain adalah disiplin berguna untuk menyadarkan seseorang bahwa dirinya perlu menghargai orang lain dengan cara menaati dan mematuhi peraturan yang berlaku, sehingga tidak akan merugikan pihak lain dan hubungan dengan menjadi baik dan lancar. Ini mungkin terjadi mengingat kuatnya disiplin bersama juga akhirnya memunculkan “izzah” atau terhadap orang-orang yang tidak disiplin untuk tidak melakukan tindakan indisipliner, sebab tindakan tersebut merupakan hal yang aneh, tak lazim, dan tak diterima oleh warga sekolah.
- Penegakkan Disiplin
Sikap, perilaku, dan pola kehidupan yang baik dan berdisiplin terbentuk melalui latihan atau pembiasaan. Demikian juga dengan kepribadian yang tertib, teratur, dan patuh juga lahir dari pembiasaan. Oleh karena itu, fase pembiasaan disiplin merupakan fase terpenting dan penuh perjuangan dari proses pendisiplinan warga sekolah.
Pertumbuhan kepribadian seseorang biasanya dipengaruhi oleh lingkungan, baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Disiplin yang diterapkan di masing-masing lingkungan tersebut memberi dampak bagi pertumbuhan kepribadian yang baik. Akibat lingkungan yang disiplin, seseorang akan terbiasa mengikuti dan mematuhi aturan yang berlaku. Melalui proses yang panjang yang disebut pembiasaan, seiring berjalannya waktu, aneka pembiasaan yang baik tersebut menjadi bagian dari diri serta berperan dalam membangun kepribadian yang baik.
Pada awalnya, disiplin merupakan kemampuan diri yang dirancang untuk membantu individu menghadapi lingkungannya. Disiplin diri yang kuat menyebabkan seseorang atau individu tidak mudah terbawa arus lingkungan yang buruk. Disiplin diri yang kuat setidaknya dapat menumbuhkan keinginan menghindari berbagai sikap dan budaya buruk dari lingkungan yang sama sekali bertentangan dengan pemikiran, sikap dan kebiasaan dirinya.
Sebaliknya, lingkungan yang baik dan berdisiplin tinggi mendorong individu untuk gemar melakukan sikap, perilaku, dan kebiasaan disiplin. Dalam hal ini, disiplin yang tumbuh di lingkungan merupakan kebutuhan untuk menjaga keseimbangan antara kecenderungan individu untuk berbuat agar memperoleh sesuatu dengan pembatasan lingkungan melalui peraturan. Dalam hal ini disiplin diterjemahkan sebagai kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu yang mengharuskan individu untuk tunduk kepada keputusan, perintah, dan peraturan yang berlaku.
Menegakkan disiplin bermakna menegakkan peraturan yang berlaku demi kesimbangan dan perlindungan bagi seluruh individu yang mengikat dirinya dengan lingkungan tempat dirinya belajar dan berkehidupan. Menegakkan disiplin berarti juga menjaga hak dan kewajiban bersama demi terwujudnya lingkungan yang sehat yang mampu melindungi kepentingan bersama.
Dalam fase penegakkan disiplin, individu yang belum mampu memaknai pentingnya disiplin bagi diri dan lingkungan yang dibutuhkannya akan beranggapan bahwa disiplin yang diterapkan sekolah merupakan pemaksaan dan tekanan dari luar dirinya. Ia yang mungkin kurang disiplin dan terlanjur memasuki sebuah sekolah yang berdisiplin baik akan merasa terpaksa harus mematuhi tata tertib yang ada di sekolah tersebut karena khawatir diasingkan oleh teman-temannya yang terbiasa disiplin.
Yang harus disepakati oleh segenap pendidik dan warga sekolah pada umumnya, menegakkan disiplin tidak dengan kekerasan. Mungkin saja banyak individu berasumsi bahwa penegakkan disiplin berkonotasi dengan perlakuan keras, bahkan kasar. Padahal penegakkan disiplin dalam dunia pendidikan tidaklah seperti itu, sebab pendisiplinan dapat dilaksanakan secara fleksibel namun dengan proses yang bermakna. Salah satu cara yang simpatik dalam penegakkan disiplin adalah pengurangan hak atas pelanggar kewajiban. Pengembalian hak dapat diberikan kembali setelah pelanggar tersebut mampu melaksanakan kewajiban (yang dilanggar) dengan baik atau lebih baik.
Sebagai basic atau dasar penegakkan disiplin dibutuhkan sifat keteladanan dari unsur penegak disiplin terlebih dahulu. Artinya, kesungguh-sungguhan penegakkan karakter disiplin tercermin dari tampilnya figur keteladanan karakter disiplin. Keteladanan dalam karakter disiplin dilaksanakan melalui pengintegrasian dalam kegiatan pembelajaran dan kehidupan keseharian di sekolah dan diwujudkan dalam kegiatan rutin atau kegiatan insidental, baik yang spontan atau pun kegiatan berkala.
Yang sangat penting dan menjadi kunci sukses fase penegakkan disiplin adalah sikap dan perilaku konsisten dan konsekuen dari pihak pendidik dan tenaga kependidikan.
- Konsisten dan Konsekuen sebagai kunci Penegakan Disiplin
Upaya pembiasaan dalam rangka pencapaian karakter, terutama karakter disiplin dapat dilakukan dalam kegiatan olah pikir, olahraga, olah rasa, dan olah hati. Sayangnya, walau ragam kegiatan sudah dipahami bersama, kurangnya konsistensi dan konsekuensi pihak sekolah dalam melaksanakannya menyebabkan elemen-elemen ini terbengkalai, sehingga beragam kegiatan pun lambat laun padam.
Umumnya, padamnya kegiatan olah pikir, olahraga, olah rasa, dan olah hati ini disebabkan oleh orientasi layanan yang tidak tepat. Kebanyakan sekolah masih beranggapan bahwa para siswa adalah objek. Para guru atau pengelola sekolah menganggap siswa sebagai insan tak berdaya, sehingga daya hidup anak-anak pun akhirnya mati. Padahal, dengan memperlakukan mereka sebagai subjek akan lebih menguntungkan bagi kedua belah pihak. Anak-anak cenderung mudah beradaptasi karena mereka diberi tanggung jawab atas peran yang diterima. Pihak orang dewasa, dalam hal ini guru pembina, hanya perlu mengarahkan apabila ada penyimpangan terhadap tujuan yang telah ditentukan dan mengawal dengan memberikan dukungan serta keteladanan atas beragam kegiatan yang dilakukan.
Di lain pihak, padamnya kegiatan olah pikir, olahraga, olah rasa, dan olah hati ini juga bisa disebabkan oleh kelelahan para pembina dalam mengelola, sehingga mereka terjebak pada rutinitas keseharian. Untuk itu, para pembina harus terus belajar, agar bisa memperlakukan anak-anak dengan lebih tepat, sesuai dengan kondisi dan situasi yang kini dihadapi anak. Dengan belajar memahami karakter anak, strategi memperlakukan atas siswa pun akan beralih dari kerja keras menjadi kerja cerdas.
Selebihnya, kesediaan orang-orang dewasa seperti orang tua, guru, dan anggota masyarakat lainnya untuk mengapresiasi perilaku baik anak merupakan bagian penting dalam upaya melanggengkan kebaikan yang mereka ketahui, cintai, dan percayai. Demikianlah, menumbuhkan anak-anak yang baik, pada dasarnya, bukan hanya demi menyenangkan keluarga, sekolah, dan masyarakat, melainkan juga menyelamatkan diri anak tersebut, keluarga, dan bangsa.
Sesungguhnya, ada hal yang dibutuhkan anak selain makan-minum, uang, atau rasa nyaman sebagai cerminan kasih sayang kita. Pengakuan. Dalam berbagai kejadian, kebutuhan akan pengakuan, bahkan mengalahkan segalanya.
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Stanford University, ditemukan bahwa keberhasilan ditentukan oleh 87,5% positive Attitude dan 12,5% kualitas akademik. maka, upaya pembentukan manusia yang berkarakter merupakan tujuan penting. Pemberian kesempatan kepada anak-anak untuk membuktikan diri mereka sebagai orang baik dengan mengalami dan mengamalkan kebaikan merupakan wahana yang mereka butuhkan untuk menunjukkan kiprahnya.
Salah satu contoh sikap dan perilaku yang dominan terjadi di sebagian guru adalah pembiaran atas sejumlah siswa yang indisipliner. Para siswa yang pandai membaca situasi atas ketidakkonsistenan dan ketidakkonsekuenan itu cenderung mampu mempergunakan situasi untuk melanggar dan mengajak siswa lain bertindak yang sama dengan dirinya. Dari situasi inilah terjadi penularan jumlah siswa pelanggar disiplin apabila hal tersebut tidak segera diatasi.
Pemahaman pentingnya disiplin yang dibutuhkan semua warga sekolah dan penegakkan disiplin yang terus mendapat evaluasi merupakan sebuah keniscayaan dalam penegakkan disiplin. Apresiasi terhadap komunitas dan personal penegak disiplin menjadi bagian keseharian. Bahkan, pemberian motivasi ilahiah maupun ilmiah terhadap para guru penegak disiplin menjadi bagian yang terjadwal dengan baik. Dengan demikian, pilihan sikap dan perilaku menginfakkan diri menjadi penegak disiplin sekolah menjadi pilihan yang dominan di kalangan pendidik dan tenaga kependidikan.
- Membangun Budaya Tinggi
Budaya adalah strategi untuk bertahan hidup dan menang. Inti dari budaya adalah bukan budaya itu sendiri, melainkan strategi kebudayaan (strategi Kebudayaan, 1976). Sehubungan dengan hal tersebut, yang sebaiknya diketahui oleh pimpinan organisasi adalah segera menelisik ragam budaya yang dimiliki organisasi, sebab keberhasilan dari sebuah organisasi adalah membentuk budaya tinggi yang menyebabkan organisasi tersebut selamat dan menang.
Budaya tinggi tidak selalu dalam bentuk kesenian yang rumit seperti epos-epos kuno atau seni tari yang adiluhung. Budaya tinggi dibuktikan dari how survival the nation sebagaimana dikatakan William Ogburn (Sukamto, 1986), sebab kekuatan budaya terletak pada kecepatannya merespons perubahan yang terjadi di sekelilingnya.
Untuk membangun budaya tinggi yakni budaya yang adaptif dan kompetitif, maka dibutuhkan keberanian untuk membuat sebuah peta budaya organisasi sebagai landasan untuk melihat posisi organisasi berdasarkan kategori budayanya. Setelah itu, yang dilakukan lembaga adalah segera atau bergegas untuk membangun budaya masa depan (to build our culture of the future). Dalam kaitan ini diperlukan sikap tegas untuk mengambil sikap dengan pertimbangan masa depan yang lebih baik. sikap mengagumi budaya yang diwariskan pendahulu memang baik, tetapi tidak menyebabkan Lembaga menjadi terjebak pada masa lalu dan lembaga mengalami stagnasi. Keberanian untuk menyadari bahwa lembaga tidak memiliki budaya yang khas dan cukup maju sebagai prasyarat menjadi lembaga yang unggul, perlu disampaikan dan mendapat dukungan yang sungguh-sungguh.
- Membangun Kultur atau Budaya Disiplin
Salah satu upaya membangun budaya tinggi adalah membangun kultur disiplin. Kultur disiplin adalah suatu pencapaian tertinggi dari proses pendisiplinan manusia dalam organisasi. Sikap dan perilaku disiplin setiap personal telah membentuk disiplin komunitas. Dalam hal ini dapat disampaikan bahwa komunitas yang terdiri atas individu-individu terlindungi oleh budaya disiplin yang telah mereka bentuk, jaga, dan tingkatkan dari waktu ke waktu. Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa disiplin telah menjadi identitas mereka.
Lembaga yang telah memiliki kultur disiplin merupakan komunitas yang yang berpikir dan bertindak penuh disiplin yang berasal dari kesadaran kolektif tentang perlunya disiplin. Mereka percaya dan patuh pada sistem yang mereka yakini dan disepakati karena telah terbukti menyebabkan mereka menjadi lebih berkualitas (Collins: 2017). Oleh karena itu, mereka merupakan sekumpulan pribadi-pribadi terbaik yang bekerja secara sistem dan memberi kemungkinan pada pencapaian sistem terbaik yang mewakili cara kerja mereka yang penuh disiplin.
Kultur disiplin bertumbuh dan berkembang bukan oleh figur. Hal ini disebabkan cara berpikir dan bertindak yang penuh disiplin bukan sikap artifisial yang dipaksa oleh tiran yang memaksa perilaku disiplin secara sepihak (Collins: 2017). Sistem disiplin yang dipaksakan oleh tiran mengandalkan kekuatan figur atau ketokohan sang pemimpin. Kultur disiplin yang dibentuk oleh seorang pemimpin tiran bersifat disfungsional. Hal ini merupakan konsep berbeda dengan konsep kedisiplinan dari suatu sekolah yang bersifat fungsional.
Kultur disiplin merupakan suatu kondisi yang tercipta melalui proses latihan terus menerus yang dikembangkan secara berkelanjutan yang dikembangkan serangkaian perilaku yang di dalamnya terdapat unsur-unsur ketaatan, kepatuhan kesetiaan, ketertiban dan semua yang dilakukan atas dasar kesepakatan dan sebagai tanggung jawab yang bertujuan untuk mawas diri.
“Discipline is a from of life training that, once experienced and when practiced, develops an individual’s ability to control themselves. (Disiplin adalah suatu bentuk latihan kehidupan, suatu pengalaman yang telah dilalui dan dilakukan, mengembangkan kemampuan seseorang untuk mawas diri).
DAFTAR BACAAN
Ablon, J. Stuart. 2018. The School Discipline Fix Changing Behavior Using The Collaborative Problem Solving Approach. Australia:Make A Wish.
Asmani, Jamal Mamur. 2012. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Diva Press
Baron, Robert A., Byrne, Donn. 2005. Psikologi Sosial Edisi 10. Jakarta: Erlangga
Carter, Stephen L. 1999. Integritas. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Collins, Jim. 2017. Good to Great. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Covey, Stephen R.. 1989. The 7 Habits of Highly Effective. USA: Free Press.
Ellison, Sheila and Barbara An Barnet. 1996. 365 Way to help your Children Grow. Illions: Sourcebook Naperville.
Koentjaraningrat.1976. Pembangunan, Kebudayaan, dan Mentalitas. Jakarta: Gramedia.
Lusi, Samuel S. 2013. The Great Transformation; Star from You. (sebuah Pendekatan Radikal untuk Pengembangan Diri dan Penciptaan Pemimpin Baru. Jakarta: PT Gramedia
Majid, Abdul dan Dian Andayani. 2011. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Moeljono, Djokosantoso. 2005. Cultured: Budaya Organisasi dalam Tantangan. Jakarta: PT Elex Kompetindo.
Samani, Muclas dan Hariyanto. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Model. Bandung: Alfabeta.