Labschool Cibubur

Membangun Budaya Berbagi di Sekolah Juara – Labschool Cibubur  

Oleh Ukim Komarudin

Pada awalnya, Knowlegde Management (KM) berorientasi pada teknologi informasi (TI). KM didefinisikan sebagai pengelolaan pengetahuan melalui pemanfaatan teknologi informasi dengan fokus utama menyimpan dan menyebarluaskan pengetahuan tertulis atau eksplisit ke seluruh sendi organisasi (Firdianti; 2011).   Namun, di kemudian waktu KM mengalami evolusi pada sisi, definisi, strategi, maupun aktivitas. KM tidak hanya menyediakan system, tetapi bergeser orientasinya pada manusia yakni memperhatikan orang-orang yang terlibat untuk berbagi pengetahuan.

Pada era disrupsi peran KM dalam menghasilkan inovasi-inovasi baru menjadi sangat krusial. Disrupsi telah mengubah model dan strategi dalam berbisnis. Hal-hal yang dianggap berhasil pada masa lalu hanyalah sebuah sejarah. Knowledge management adalah kunci keberhasilan menghadapi era disrupsi. 

Secara garis besar, knowledge management adalah sebuah sistem terintegrasi yang terdiri dari manusia (people), proses (process), dan teknologi (technology). Ketiga pilar tersebut saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Sebagaimana penjelasan awal, salah satu unsur yang paling penting dari ketiga pilar tersebut adalah manusia (people). (Andara: 2018).

KM bukanlah management dokumen (repository system). KM sangat dinamis. Meski KM berbasiskan IT, tidak semata bergantung pada bagus atau tidaknya sistem yang dihasilkan. KM sangat bergantung pada proses dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. (Firdianti: 2011).

Manusia merupakan subjek sentral dalam KM.  Keberhasilan KM dalam sebuah organisasi sangat tergantung pada manusianya. Meskipun peranan manusia dalam KM tak bisa dipisahkan dari sumbangsih framework dan teknologi yang mendampinginya. 

Bagi Labschool Cibubur, yang mendesak adalah program management talent yakni bagaimana Lembaga mengidentifikasi (identify), menarik (attract), mengembangkan (develop), dan mempertahankan (retain) para talent. Dalam proses mempertahan ini tidak hanya menyangkut individunya, tetapi juga kinerjanya agar mereka tetap berkinerja sebagai talent.  

Kunci untuk mempertahankan pengetahuan di dalam organisasi adalah dengan membuat pengetahuan itu menjadi lebih besar lagi melalui KM. Dengan terus mengembangkan pengetahuan di lembaga, lembaga memiliki reputasi dan pengetahuan tinggi. Akhirnya ini akan menjadi daya tarik bagi orang-orang di luar untuk bergabung dengan Labschool Cibubur. Pada peristiwa itulah terjadi kehebatan pegawai dapat memikat pegawai lainnya; people attract people. (Firdianti: 2011). Inovasi dan knowledge based product menjadi sumber pertumbuhan tak terbatas bagi sebuah lembaga. 

Dalam Indonesian Most Admired Knowlwdge Enterprise (MAKE) studi yang lisensi penyelenggaraannya dipegang oleh Dunamis Colsulting, Ada 8 kriteria menjadi lembaga yang dikagumi sebagai lembaga berbasis pengetahuan, yakni:

  1. Menciptakan budaya perusahaan yang didorong oleh pengetahuan;
  2. Mengembangkan knowledge workers melalui kepemimpinan managemet senior;
  3. Menyajikan product, jasa, solusi berbasis pengetahuan;
  4. Memaksimalkan modal intelektual perusahaan;
  5. Menciptakan lingkungan untuk berbagi pengetahuan secara kolaboratif;
  6. Menciptakan suatu organisasi pembelajar;
  7. Memberikan nilai tambah berdasarkan pengetahuan pelanggan;
  8. Mentransformasikan pengetahuan lembaga menjadi nilai tambah untuk pemegang saham;

Dalam proses menciptakan pengetahuan, KM bergulir dalam 6 tahapan, yakni: penciptaan pengetahuan, proses berbagi pengetahuan, penstrukturan pengetahuan, penyimpanan pengetahuan, pemanggilan pengetahuan, dan penggunaan pengetahuan.  Terkait dengan hal tersebut, Ikujiro Nonaka membuat formulasi yang terkenal dengan sebutan SECI (Socialization, Externalization, Combination, dan Internalization). 

Pertama, proses sosialisasi (socialization), yakni proses transfer secara langsung tacit knowledge ke tacit knowledge. Belajar dari pengalaman orang lain terkait pengerjaan sesuatu. Proses ini membuat pengetahuan yang dimiliki lebih terasah dan penting bagi peningkatan diri sendiri. Proses ini terjadi dalam sebuah obrolan tanpa media, suasana informal, dan berlangsung sangat akrab. 

Kedua, proses eksternalisasi (externalization), yaitu mengubah tacit knowledge menjadi eksplisit knowledge. Hal ni dilakukan dengan menuliskan know how dan mencatat pengalaman yang didapatkan dalam bentuk tulisan artikel atau buku. Tulisan tersebut akan bermanfaat bagi diri penulis dan orang-orang sekitar pekerjaan dimaksud. 

Ketiga, proses kombinasi (combination) yitu memanfaatkan eksplisit knowledge yang ada menjadi eksplisit knowledge yang lainnya. Proses ini sangat berguna untuk meningkatkan kemampuan dan produktivitas diri dengan memanfaatkan dengan menghubungkan atau mengkombinasikan eksplisit knowledge yang ada dengan eksplisit knowledge yang baru yang lebih bermanfaat. Dalam kesempatan inilah tool media sangat berperan sebagai media repository. 

Keempat, proses internalisasi (internalization), yakni mengubah eksplisit knowledge sebagai inspirasi datangnya tacit knowledge. Proses ini disebut juga proses belajar melalui media yang dalam hal ini belajar dari internet, buku, jurnal, laporan, dan sebagainya. 

Lengkapnya penjelasan di atas digambarkan oleh Tanaka sebagai berikut.




PENGETAHUAN TACIT




PENGETAHUAN EKSPLISIT
PENGETAHUAN TACITT< − > TSosialisasi Ketika Tanaka mempelajari cara membuat adonan roti dar chief pembuat roti di hotel Osaka Internasional.T −> EEksternalisasiMenerjemahkan keahlian ini dalam bentuk pengetahuan eksplisit (formal dan terstruktur) yang bisa dikomunikasikan dan dibagikan kepada anggota timnya dan tim lain di Matsushita.

PENGETAHUAN EKSPLISIT

E −> TInternalisasiMelalui pengalaman membuat produk baru ini, tanaka dan anggota timnya memperkaya basis pengetahuan tacit mereka sendiri.


E <−> EKombinasiAnggota tim membuat standarisasi dari proses ini dan membuat manualnya. Proses baku ini dikombinasikan dengan berbagai proses baku yang sudah ada di Matsushita.

Terkait dengan gambar di atas, ada beberapa bagian penting yang dapat ditetapkan sebagai kesimpulan, yakni:

  1. Semakin sukses seseorang mengalirkan tacit knowledge baik keluar maupun ke dalam dirinya, maka semakin tinggi tingkat pengetahuan orang tersebut. mengapa demikian, karena pengetahuan yang dimiliki berasal dari kemauan orang tersebut untuk belajar terus menerus yang menyatu di dalam dirinya yang menjadi tacit knowledge. Hal itulah yang membedakan dirinya dengan pegawai yang lain (asset). 
  2. Ada pegawai yang dinyatakan sebagai asset lembaga dengan dua ciri khas yang dapat dikenali dalam keseharian, yakni:
  1. Seberapa banyak pengetahuan yang dimilikinya yang berhubungan dengan kebutuhan organisasi sekarang; dan 
  2. Seberapa cepat dia mau belajar hal-hal baru yang mendukung lembaga menjadi semakin besar. 
  3. Seberapa besar kesunguh-sungguhan dirinya untuk mendistribusikan pengetahuan yang dimilikinya menjadi pengetahuan Bersama di lembaga. 

EMPAT PILAR KNOWLEDGE MANAGEMENT

KM dalam strukturnya memiliki empat unsur, yakni: manajemen dan organisasi, infrastruktur, manusia dan budaya, serta content management system. 

  1. Manajemen dan Organisasi

Dalam pelaksanaanya, KM membutuhkan komitmen dari level top manajemen sampai level yang paling bawah. Tanpa ada komitmen dari top level manajemen, sistem sebaik apapun yang telah diciptakan menjadi sia-sia. 

Contoh kasus apabila akan memulai KM, maka yang dilakukan adalah sharing pengetahuan dalam Lembaga. Hali ini akan menjadi role model lembaga. Demikian pula dengan struktur KM dalam lembaga. Hal ini mutlak dijalankan mengingat dibutuhkan control agar system yang telah diciptakan dapat berjalan dengan baik. 

  1. Insfrastruktur

Di tengah kemajuan teknologi informasi, sistem knowledge management dapat didukung oleh sistem informasi berbasis IT. Konten-konten pengetahuan yang dimiliki oleh Lembaga dapat dikemas sedemikian rupa sehingga bisa diakses oleh siapa saja. Selain itu, dengan bantuan IT segena pegawai dapat melakukan diskusi dua arah atau multiarah. 

  1. Manusia dan Budaya

Setelah kedua unsur utama terpenuhi, yakni manajemen organisasi dan infrastruktur, maka faktor penggerak utama dari KM yaitu sumber daya manusia. SDM yang kompeten dan terampil menjadi kekuatan bagi organisasi, bahkan dapat meningkatkan nilai dari sebuah Lembaga (value of firm). Dalam konteks KM, sumber knowledge terpenting ada di dalam diri manusia itu sendiri. Melalui pengalaman yang terus berproses lahir pengetahuan di dalam diri manusia. 

Manusia yang hidup dan berkiprah di Lembaga tak terlepas dari budaya yang melekat pada dirinya. Oleh karena itu, budaya Lembaga dan manusianya saling terkait satu sama lain. Lembaga yang mampu memiliki budaya yang memotivasi pegawai akan menumbuhkan lembaga. Pegawai akan memiliki etos kerja yang baik yang mendorong manusia untuk meningkatkan pengetahuan yang dimilikinya dengan baik.  sikap dan perilaku tersebut bukan hanya menguntungkan dirinya, melainkan juga bagi Lembaga tempat dirinya bekerja. 

  1. Content Management System

Content management system adalah sebuah sistem yang diciptakan agar pengetahuan yang didokumentasikan dalam sebuah dokumen -entah yang berbentuk file atau yang tersimpan dalam situs web-, dapat terus diorganisasi dengan baik. memastikan konten yang ada terus up to date dan sesuai dengan kebutuhan Lembaga adalah tugas yang tidak mudah. Hal itu melibatkan komitmen, konsistensi, dan alur kerja yang sistematis dan jelas agar penyajian dapat optimal. 

BAGAIMANA MEMULAI KNOWLEDGE MANAGEMENT 

Lembaga dapat memulai membangun KM dengan mengawali knowledge Sharing. Sebuah kegiatan yang diawali oleh kegairahan belajar, berbagi sekaligus mendapatkan pengetahuan dari sesama. Bentuk dari knowledge sharing tidak harus dalam pertemuan langsung sesama pegawai. Kegiatan ini juga dapat dilakukan melalui social tool seperti facebook, web-blog, dan sejenisnya. 

Setelah itu, pengetahuannya akan ditangkap ke dalam sebuah sistem database organisasi. Peristiwa kesungguh-sungguhan melakukan knowledge sharing dilaksanakan sampai pada tingkat budaya. Jika hal itu terjadi, yakni peristiwa sharing tersebut merupakan penyampaian hasil pengalaman bekerja di lembaga tersebut, maka tak dapat disangkal bahwa lembaga memiliki aset terbesar untuk menginisiasi pengetahuan. 

Agar kegiatan knowledge sharing dapat terjadi bahkan menjadi budaya, maka kunci yang harus dipenuhi oleh organisasi adalah membentuk iklim yang kondusif. Iklim yang mengusung sikap egaliter sehingga memudahkan terjadinya aliran pengetahuan. 

Penting diketahui oleh segenap pegawai yang menjalani knowledge sharing bahwa perilaku mereka sebenarnya menguntungkan kedua belah pihak, yakni pihak diri mereka maupun lembaga. Quinn menyampaikan sebagaimana dikutip Raharso (2016) bahwa pengetahuan dan kecerdasan akan tumbuh secara eksponensial ketika dibagikan. Jika dua orang saling bertukar pengetahuan, keduanya akan mendapatkan pertumbuhan informasi dan pengalaman yang linier. Jika keduanya membagikan pengetahuan baru yang mereka miliki, mereka akan mendapatkan pertanyaan umpan balik, yang memperkaya pengetahuan tersebut, serta memodifikasi pengetahuan tersebut, maka manfaat pengetahuan pun akan bersifat eksponensial pula.

TRANSFORMASI DARI IDE MENJADI BEST PRACTISE DAN PENGETAHUAN  

Transformasi pengetahuan dalam bentuk best practice berasal dari ide yang lahir dari aktivitas organisasi. Ide baik ini diimplementasikan ke dalam praktik dan berhasil memunculkan praktik yang baik. 

Praktik terbaik (best practise) merupakan hasil praktik yang berhasil dilakukan dengan efektif. Awalnya merupakan ide operasional, kemudian beralih ke praktik operasional, selanjutnya praktik tersebut berhasil dilakukan dengan baik dan mencapai tujuan dengan efektif. Praktik terbaik kemudian dibawa ke local best praktik dan selanjutnya diadopsi keunggulan best practice lembaga. 

Recent Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Share